TRABASNEWS – Berita terkait penetapan Riva Siahaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) mengundang perhatian publik.
Kasus ini berkaitan dengan pengelolaan minyak mentah dan produk kilang dalam periode 2018 hingga 2023, yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp 193,7 triliun. Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, termasuk empat pegawai Pertamina Patra Niaga dan tiga pihak swasta, yang diduga terlibat dalam manipulasi bahan bakar untuk keuntungan pribadi.
Riva Siahaan, sebagai Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, menerima gaji yang ditetapkan sebesar 85% dari gaji Direktur Utama Pertamina induk. Selain gaji pokok, ia juga memperoleh sejumlah tunjangan dan fasilitas tambahan, seperti tunjangan hari raya (THR) yang setara dengan satu kali gaji bulanan per tahun, tunjangan perumahan yang besarnya 85% dari tunjangan Direktur Utama Pertamina, serta asuransi purna jabatan dengan premi yang ditanggung perusahaan hingga 25% dari gaji tahunan. Selain itu, fasilitas kendaraan dinas, asuransi kesehatan, dan bantuan hukum dalam kapasitas jabatan juga menjadi bagian dari kompensasi yang diterimanya.
Selain gaji dan tunjangan, Riva Siahaan, seperti anggota direksi lainnya, berhak mendapatkan tantiem atau insentif berbasis kinerja yang dihitung berdasarkan pencapaian target perusahaan. Ada juga bentuk penghargaan jangka panjang berupa long-term incentive (LTI).
Berdasarkan laporan keuangan PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023, total kompensasi untuk jajaran manajemen kunci (direksi dan komisaris) tercatat sebesar US$ 19,1 juta atau sekitar Rp 312 miliar. Dengan tujuh dewan komisaris dan tujuh direksi, rata-rata kompensasi per individu diperkirakan sekitar US$ 1,36 juta atau Rp 21,8 miliar per tahun.
Berdasarkan perkiraan ini, gaji Direksi Utama Pertamina Patra Niaga bisa mencapai sekitar Rp 1,81 miliar per bulan, menjadikannya salah satu posisi dengan penghasilan tertinggi di sektor BUMN.
Tingginya gaji dan tunjangan yang diterima oleh pejabat di perusahaan negara ini mendorong publik untuk menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas yang lebih ketat. Hal ini penting untuk memastikan kepercayaan terhadap BUMN tetap terjaga dan untuk memperkuat pengawasan terhadap tata kelola perusahaan negara guna mencegah praktik korupsi yang merugikan negara.
Sumber: Berita Satu