TRABASNEWS – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali menjadi sorotan publik setelah mengumumkan rencana perluasan program pendidikan karakter berbasis militer. Setelah menyasar pelajar tingkat SMP dan SMA, kini ia ingin melibatkan kelompok dewasa yang dianggap bermasalah serta komunitas yang ia sebut sebagai “orang gemulai”.
Dalam pernyataan yang disampaikan melalui kanal YouTube pribadinya pada Minggu, 4 Mei 2025, Dedi menjelaskan bahwa kelompok dewasa yang dimaksud adalah mereka yang sering terlibat dalam tindakan seperti mabuk-mabukan, nongkrong di jalan, hingga tawuran. Menurutnya, pelanggaran ringan semacam itu sulit dijerat hukum dan justru berpotensi memunculkan tindak kejahatan yang lebih berat.
“Kalau terus-terusan ditindak hukum, malah makin menjadi. Maka saya ambil jalur pembinaan karakter,” ujar Dedi.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa ide untuk menyertakan “orang gemulai” muncul dari respons masyarakat di media sosial. “Ada yang komen, ‘Pak Gubernur, anak-anak yang gemulai juga ikut pendidikan militer biar tegap.’ Ya bisa saja, tapi kita fokus dulu ke yang bikin keresahan sosial,” katanya.
Meski pernyataan tersebut memicu kontroversi, Dedi menegaskan bahwa fokus utama program saat ini masih pada pelajar yang menunjukkan perilaku menyimpang dan sulit dibina oleh sekolah maupun keluarga.
Program Pelatihan di Barak TNI
Program pendidikan karakter ini telah dimulai sejak Jumat, 2 Mei 2025. Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan TNI-Polri untuk memberikan pelatihan di sekitar 30 hingga 40 barak militer yang tersebar di berbagai wilayah.
Durasi program berlangsung selama enam bulan. Para peserta tetap mengikuti pelajaran seperti biasa, namun proses belajar dilakukan di dalam barak dengan bimbingan guru yang ditugaskan secara khusus. Sementara itu, aspek kedisiplinan dan kegiatan fisik dipimpin oleh aparat militer.
Dedi mengklaim bahwa para peserta menunjukkan antusiasme tinggi mengikuti program ini. “Saya lihat mereka bahagia. Gizi, olahraga, dan waktu istirahat mereka cukup. Lingkungan belajarnya juga mendukung,” ujarnya saat meninjau langsung pelaksanaan program di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Purwakarta, Sabtu (3/5).
Legalitas Program dan Persetujuan Orang Tua
Menanggapi pertanyaan soal dasar hukum program ini, Dedi menegaskan bahwa pelaksanaannya didasarkan pada persetujuan orang tua. “Setiap siswa yang dikirim ke barak harus melalui persetujuan tertulis dari orang tua di atas materai. Jadi ini bukan paksaan,” tegasnya.
Langkah kontroversial ini bukan kali pertama dilakukan Dedi Mulyadi. Sebelumnya, ia juga menuai sorotan atas usulannya terkait program vasektomi untuk warga miskin sebagai syarat penerima bantuan sosial.
Sumber: Kompas