TRABASNEWS – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer menuai sorotan tajam. Seorang wali murid, Adhel Setiawan, resmi mengadukan Dedi ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena menilai kebijakan tersebut melanggar prinsip pendidikan dan hak asasi manusia.
Adhel, yang juga berprofesi sebagai pengacara di kantor hukum Defacto & Partners, menyampaikan penolakannya secara terbuka. Ia menilai pendekatan militer terhadap siswa justru menyimpang dari tujuan utama pendidikan, yaitu membimbing dan mengembangkan potensi anak, bukan menghukumnya.
“Saya sebagai orangtua murid menolak keras kebijakan ini. Pendidikan seharusnya memanusiakan manusia, bukan memperlakukan anak-anak layaknya objek yang harus dibentuk secara keras,” ujar Adhel saat memberikan keterangan pada Jumat (9/5/2025).
Adhel menyebut ada tiga alasan utama di balik pelaporannya. Pertama, menurutnya pendekatan militer bertentangan dengan nilai-nilai pendidikan. Ia menilai kenakalan siswa seringkali muncul karena ketidakmampuan lingkungan sekitar, termasuk sekolah dan keluarga, dalam memahami kebutuhan emosional dan sosial anak.
Kedua, ia mempertanyakan kurikulum dan metode yang digunakan dalam pelatihan di barak militer. “Apakah ada jaminan tidak terjadi kekerasan fisik maupun psikologis selama proses tersebut? Ini perlu diperjelas,” tegasnya.
Ketiga, Adhel menuding Dedi telah bertindak di luar kewenangannya sebagai gubernur. Ia menilai tidak ada dasar hukum yang sah untuk melibatkan institusi militer dalam penanganan siswa bermasalah di lingkungan pendidikan.
“Tidak ada satu pun regulasi yang membolehkan TNI terlibat dalam penyelesaian masalah remaja seperti ini. Kami menduga ada unsur penyalahgunaan wewenang,” tambahnya.
Menanggapi kontroversi tersebut, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa program ini bukan paksaan, melainkan tanggapan terhadap permintaan dari orangtua siswa yang sudah tidak sanggup menangani perilaku anak-anak mereka.
“Yang datang ke kita adalah orangtua yang sudah menyerah. Jadi ini bukan inisiatif sepihak pemerintah. Kalau tidak ada penyerahan dari orangtua, kita juga tidak menerima,” jelas Dedi.
Ia juga menyebut bahwa kehidupan siswa di barak justru membuat mereka lebih disiplin dan teratur. “Mereka senang karena asupan gizi, istirahat, olahraga, dan proses belajar semua tercukupi,” katanya.
Sementara itu, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, justru menyambut baik kebijakan tersebut. Ia menilai program ini bukan bentuk hukuman fisik, melainkan pendidikan karakter yang membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab.
“Kalau ini berhasil, saya justru mendorong agar diterapkan di seluruh Indonesia,” ujar Pigai.
Hingga saat ini, Komnas HAM belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait laporan tersebut, namun dipastikan akan menindaklanjuti aduan dari masyarakat terkait potensi pelanggaran hak-hak anak dalam kebijakan ini.
Sumber: Kompas