TRABASNEWS – Seragam organisasi masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (Grib) Jaya yang menyerupai milik Komando Pasukan Khusus (Kopassus) menuai perhatian publik. Salah satu yang mengungkapkan kekecewaannya adalah mantan petinggi TNI, Letjen (Purn) Sutiyoso.
Seragam loreng dengan baret merah khas Kopassus yang dikenakan anggota Grib Jaya dinilai Sutiyoso sebagai bentuk penyalahgunaan simbol kehormatan militer. Menurutnya, baret merah bukan sekadar atribut, melainkan simbol perjuangan dan pelatihan berat yang harus dilalui para prajurit elite.
“Dapatkan baret merah itu perjuangannya berat. Enam bulan pelatihan keras dari Batujajar, menyusuri hutan dan pegunungan, sampai berjalan kaki ke Nusakambangan. Itu tidak main-main,” ujar Sutiyoso dalam wawancara di kanal YouTube tvOneNews, Minggu (27/4/2025). Ia pun mendukung penuh rencana Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk merevisi Undang-Undang Ormas, termasuk pengaturan soal seragam organisasi.
Namun di balik kontroversi tersebut, Ketua Umum Grib Jaya, Hercules Rosario de Marshal, punya alasan emosional dan historis tersendiri dalam memilih seragam ormasnya. Hal ini diungkap oleh pengacara sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Kalijaga.
Dalam sebuah acara pengajian dan santunan anak yatim yang digelar di kediaman Hercules di Jakarta Barat pada Kamis (1/5/2025), Sunan menceritakan bahwa seragam Grib Jaya yang menyerupai Kopassus adalah bentuk penghormatan pribadi Hercules terhadap satuan elite tersebut.
“Hercules sangat menghormati dan mencintai Kopassus. Ia pernah menjadi tenaga bantuan operasional (TBO) saat operasi militer di Timor Timur pada 1970-an. Jadi, kecintaannya itu diwujudkan melalui seragam Grib Jaya,” jelas Sunan.
Menurut Sunan, Hercules merancang atribut Grib Jaya dengan nuansa Kopassus saat mendirikan organisasi tersebut pada 2011, sebagai bentuk penghargaan atas pengalaman masa lalunya bersama pasukan baret merah.
“Dia bilang, setiap kali lihat loreng dan baret merah itu, rasanya bangga. Itu simbol perjuangannya juga,” tambah Sunan menirukan ucapan Hercules.
Kontroversi ini kembali menghidupkan diskusi soal pentingnya regulasi yang tegas mengenai penggunaan simbol-simbol militer oleh organisasi sipil. Sutiyoso berharap revisi UU Ormas bisa mengatur lebih detail, tak hanya tentang aktivitas ormas, tetapi juga penggunaan atribut yang memiliki nilai historis dan simbolis tinggi.
Sumber: Tribunnews