TRABASNEWS – Keberadaan terpidana Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih, masih menjadi misteri. Meski Mahkamah Agung telah menjatuhkan vonis hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadapnya, hingga kini eksekusi putusan itu belum juga dilakukan.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa pihaknya telah menginstruksikan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera menindaklanjuti eksekusi tersebut. Ia menyebutkan bahwa pencarian terhadap Silfester masih berlangsung secara aktif.
“Kami sudah minta Kejari Jaksel untuk segera mengeksekusi. Saat ini masih terus dilakukan pencarian,” ujarnya saat ditemui pada peringatan Hari Ulang Tahun Kejaksaan di Jakarta, Selasa (2/9).
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menambahkan bahwa Kejagung telah memberikan arahan, namun tanggung jawab pelaksanaan eksekusi sepenuhnya berada di tangan Kejari Jakarta Selatan.
“Kami hanya bisa menyarankan. Pelaksanaannya adalah kewenangan jaksa eksekutor di Kejari Jaksel,” kata Anang.
Di sisi lain, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mengonfirmasi bahwa hingga saat ini belum ada permintaan resmi dari aparat penegak hukum terkait pencekalan terhadap Silfester. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, melalui pesan singkat, Kamis (4/9).
Riwayat Kasus Silfester
Kasus yang menjerat Silfester Matutina bermula dari laporan Solihin Kalla, putra mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada tahun 2017. Ia melaporkan Silfester atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah terkait pernyataan dalam orasi politik yang menyebut Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta.
Pengadilan Negeri menjatuhkan hukuman satu tahun penjara pada Juli 2018. Putusan ini kemudian diperkuat di tingkat banding, dan diperberat menjadi 1 tahun 6 bulan penjara oleh Mahkamah Agung dalam proses kasasi.
Alih-alih menjalani hukuman, Silfester mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, upaya tersebut berakhir sia-sia setelah majelis hakim menggugurkan PK karena ketidakhadirannya dalam sidang, meski mengklaim sakit dan melampirkan surat keterangan rumah sakit. Hakim menilai keterangan tersebut tidak memenuhi syarat karena dianggap tidak memadai dan tidak menjawab sejumlah pertanyaan penting.
Sumber: CNN Indonesia