TRABASNEWS – Sebuah video memperlihatkan dugaan kekerasan dalam kegiatan orientasi anggota baru sebuah komunitas pecinta alam di Kota Bitung menjadi viral di media sosial. Dalam video tersebut tampak beberapa peserta yang hanya mengenakan topi dan slayer biru menerima perlakuan kasar dari sejumlah seniornya.
Rekaman tersebut memperlihatkan para peserta orientasi yang duduk berlutut, kemudian satu per satu ditarik dan mendapat tamparan keras di wajah, bahkan tendangan ke dada. Aksi ini memicu kemarahan publik karena tampak jelas korban mengalami luka di beberapa bagian tubuh.
Salah satu orang tua korban, Nurdiana, melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian. Anaknya yang masih berusia 16 tahun dan berinisial AA menjadi salah satu korban kekerasan dalam kegiatan tersebut.
“Sebagai orang tua, saya tidak terima anak saya diperlakukan seperti itu. Saya berharap ini diusut tuntas agar tidak ada lagi kejadian serupa,” ujar Nurdiana pada Selasa (30/9).
Menurut penuturannya, anaknya sempat meminta izin untuk mengikuti kegiatan pendakian yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut. Kegiatan itu berlangsung dari Jumat hingga Minggu, 26–28 September 2025, dan disertai surat resmi dari pihak penyelenggara.
Namun, sekembalinya dari kegiatan tersebut, AA menunjukkan luka lebam di wajah dan bibir pecah. Ketika ditanya, AA awalnya berdalih bahwa ia digigit tawon saat berada di gunung.
Kecurigaan Nurdiana muncul ketika ia melihat anaknya menonton sebuah video yang memperlihatkan adegan kekerasan yang dialami saat kegiatan. Setelah didesak, AA akhirnya mengaku bahwa aksi kekerasan memang terjadi dalam rangkaian orientasi tersebut.
“Anak saya bilang, ada beberapa senior yang melakukan pemukulan secara bergantian. Bahkan sebelum turun gunung, mereka diinstruksikan untuk tidak menceritakan apapun kepada orang luar,” tutur Nurdiana.
Saat ini, kondisi korban disebut telah membaik, namun keluarga berharap agar aparat penegak hukum segera memproses kasus ini secara serius dan menyeluruh.
Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan berkedok kegiatan orientasi yang masih kerap terjadi di sejumlah organisasi. Masyarakat pun mendesak agar praktik serupa tidak lagi dibiarkan atas nama solidaritas atau pelatihan mental.
Berbagai sumber