Trabasnews – Indonesia telah menyaksikan berbagai perusahaan yang mengalami kebangkrutan atau penutupan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa di antaranya merupakan nama besar yang telah lama beroperasi di pasar. Berikut adalah daftar beberapa perusahaan yang bangkrut beserta penyebab utamanya:
Pegipegi Pegipegi, startup agen perjalanan online (OTA), mengumumkan penutupan operasionalnya pada 11 Desember 2023 setelah 12 tahun beroperasi.
Meskipun alasan pasti tidak diumumkan, perusahaan ini diduga gagal bersaing dengan para pesaing besar seperti Traveloka, Tiket.com, dan Agoda, yang menawarkan promo lebih menarik serta layanan lebih beragam.
Airy Rooms
Airy Rooms, startup yang menyediakan layanan pemesanan hotel, menghentikan operasionalnya pada 31 Mei 2020. Pandemi COVID-19 menjadi faktor utama yang mempengaruhi bisnis ini, yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 70% karyawan. Penurunan permintaan akibat pandemi semakin memperburuk situasi.
JD.ID
JD.ID, anak perusahaan JD.com dari Cina, memutuskan untuk menghentikan operasionalnya pada 31 Maret 2023. Persaingan ketat di sektor e-commerce dengan pemain besar seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, dan Bukalapak membuat JD.ID kesulitan untuk bertahan. Selain itu, kurangnya suntikan dana juga memperburuk posisi finansial perusahaan.
HOOQ
HOOQ, platform streaming yang merupakan hasil kerjasama antara Singtel, Sony Pictures Television, dan Warner Bros, mengumumkan penutupan pada 30 April 2020. Meskipun telah menjalin kerja sama dengan Telkomsel dan Grab, HOOQ gagal bersaing di pasar Indonesia yang semakin padat. Penurunan pendanaan dari investor dan kesulitan menutup biaya konten menjadi faktor utama kebangkrutan HOOQ.
Zenius
Zenius, platform edukasi online, mengumumkan penghentian operasional sementara pada Januari 2024 akibat tantangan operasional. Meskipun telah mendapatkan pendanaan dari investor besar, seperti Northstar Group dan MDI Ventures, Zenius kesulitan bertahan di tengah ketatnya persaingan dengan perusahaan teknologi lainnya. PHK juga dilakukan pada sebagian karyawan untuk menyesuaikan dengan kondisi pasar.
Tupperware
Tupperware, yang terkenal dengan produk peralatan rumah tangga, mengalami penurunan tajam dalam penjualannya pada 2022, dengan penurunan 18% secara tahunan. Model bisnis MLM yang diterapkan, ditambah dengan tingginya harga dan eksposur yang terbatas, membuat Tupperware sulit bersaing. Selain itu, persaingan dengan produk sejenis yang lebih murah semakin memperburuk posisi perusahaan.
Fabelio
Fabelio, perusahaan yang bergerak di bidang desain interior dan penjualan furnitur, resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Oktober 2022. Penurunan penjualan akibat penutupan toko offline selama pandemi COVID-19 menjadi salah satu penyebab utama kebangkrutan. Selain itu, masalah keuangan yang menyebabkan keterlambatan pembayaran kepada karyawan dan vendor turut mempengaruhi kelangsungan perusahaan.
Toko Buku Gunung Agung
Toko Buku Gunung Agung, yang telah beroperasi selama 70 tahun, mengalami kesulitan bertahan akibat peralihan konsumsi buku dari fisik ke digital dan meningkatnya penjualan buku online. Ditambah dengan dampak pandemi COVID-19, Toko Buku Gunung Agung tidak dapat mengimbangi perubahan ini dan terpaksa tutup.
Nyonya Meneer
Nyonya Meneer, produsen jamu tradisional Jawa yang telah berdiri sejak 1919, dinyatakan pailit pada 2017. Masalah keuangan perusahaan yang mengakibatkan utang sebesar Rp89 miliar dan ketidakmampuan untuk menutupi biaya produksi dan gaji karyawan menjadi alasan kebangkrutan. Selain itu, ketidakmampuan perusahaan beradaptasi dengan permintaan konsumen yang lebih modern memperburuk keadaan.
Sritex
PT Sri Rejeki Siman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil asal Sukoharjo, Jawa Tengah, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024. Kebangkrutan ini disebabkan oleh utang yang menggunung dan serbuan produk impor dari Cina. Faktor lain yang mempengaruhi adalah gangguan supply chain akibat ketegangan geopolitik serta kelalaian manajemen dalam mengelola risiko.
Kesimpulannya, kebangkrutan perusahaan-perusahaan ini menunjukkan bagaimana tantangan seperti persaingan ketat, perubahan permintaan konsumen, dan ketidakmampuan beradaptasi dengan kondisi pasar dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bisnis. Perusahaan yang tidak siap menghadapi tantangan ini rentan untuk gagal bertahan.
Berbagai sumber