TRABASNEWS – Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Mayor Jenderal TNI Djon Afriandi menanggapi meningkatnya aksi premanisme yang diduga dilakukan oleh oknum organisasi kemasyarakatan (ormas) di berbagai daerah. Ia menekankan pentingnya membedakan antara ormas yang berkontribusi positif dan kelompok yang justru menimbulkan keresahan masyarakat.
“Harus kita bedakan secara jelas. Tidak semua ormas itu preman, dan tidak semua preman itu berasal dari ormas,” ujar Djon dalam keterangannya di Lapangan Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Sabtu (26/4/2025).
Menurutnya, ormas bisa menjadi kekuatan sosial yang konstruktif apabila fungsinya selaras dengan pembangunan dan stabilitas nasional. Namun, jika keberadaannya justru mengganggu keamanan dan ketertiban umum, maka negara tidak boleh tinggal diam.
“Kalau ormasnya mendukung pemerintah dan bertindak positif, tentu akan membawa manfaat. Tapi kalau sudah mengganggu keamanan dan mengintimidasi masyarakat, harus ada tindakan tegas,” tegas Djon.
Ia menyoroti fenomena premanisme sebagai tindakan yang merugikan masyarakat karena cenderung memaksakan kehendak dan mengambil hak orang lain. Djon menyebut tindakan seperti ini tak bisa ditoleransi.
“Premanisme itu kerjaan yang maunya gampang, tapi hasilnya besar, dan didapat dengan cara memaksa. Itu salah. Tidak boleh dibiarkan. Harus ada sanksi hukum,” ujarnya lagi.
Terkait penanganannya, Djon menyebut bahwa aparat penegak hukum, terutama kepolisian, memiliki peran utama dalam menindak pelaku. Namun, ia juga mendorong keterlibatan masyarakat untuk bersama-sama menolak dan melawan praktik premanisme.
Sebelumnya, aksi brutal yang diduga dilakukan oleh sekelompok ormas terjadi di Depok, Jawa Barat, pada Jumat (18/4/2025) dini hari. Insiden tersebut melibatkan penyerangan dan pembakaran kendaraan polisi setelah pihak kepolisian mencoba menjemput paksa ketua ranting salah satu ormas yang diduga terlibat dalam kasus penganiayaan, pengancaman, dan kepemilikan senjata api ilegal.
Tak hanya itu, kelompok ormas tersebut juga dilaporkan menghalangi proses pemagaran oleh sebuah perusahaan dengan mengintimidasi pekerja dan operator alat berat. Bahkan, ketua ranting ormas diduga melakukan tembakan ke udara sebanyak tiga kali sebagai bentuk ancaman.
Kasus-kasus semacam ini memicu desakan publik agar tindakan ormas meresahkan dapat segera dikendalikan, termasuk wacana untuk merevisi undang-undang terkait ormas agar lebih adaptif dalam mencegah penyalahgunaan.
Sumber: Detik