TRABASNEWS – Aktivitas tambang emas ilegal di kawasan dekat Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan bahwa operasi tersebut dikelola oleh warga negara asing asal China. Hasil tambang dari lokasi itu disebut mencapai tiga kilogram emas per hari.
Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkumhut) Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra) telah melakukan penelusuran lapangan pada 25 Oktober 2025. Lokasi tambang berada di Desa Prabu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, sekitar 11 kilometer dari kawasan Sirkuit Mandalika.
Berdasarkan hasil verifikasi awal, kegiatan penambangan berlangsung di area penggunaan lain (APL) seluas sekitar empat hektare yang berbatasan langsung dengan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Prabu. Di dalam kawasan TWA sendiri, petugas menemukan tiga lubang bekas tambang yang sudah ditinggalkan.
Kepala Balai Gakkumhut Jabalnusra, Aswin Bangun, menjelaskan bahwa pihaknya juga menelusuri aktivitas serupa di wilayah Sekotong, Lombok Barat, yang dikenal sebagai salah satu titik rawan penambangan emas tanpa izin (PETI).
“Kami sedang menyiapkan langkah-langkah penegakan hukum dan memperkuat koordinasi dengan seluruh pihak terkait, termasuk tokoh masyarakat setempat. Sebelumnya kami sudah melakukan operasi, namun kegiatan tambang ilegal terus berulang,” ujar Aswin, Selasa (28/10/2025).
Ia menegaskan, masyarakat diimbau segera melapor jika menemukan indikasi tambang ilegal di kawasan hutan atau konservasi dengan menyertakan bukti lokasi dan dokumentasi untuk mempercepat proses verifikasi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dwi Januanto Nugroho, menyatakan dukungan terhadap langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ikut mengungkap praktik tambang ilegal di sekitar Mandalika.
“Pertambangan tanpa izin jelas dilarang, apalagi jika berdampak pada kawasan hutan atau konservasi. Kami akan menerapkan sanksi administratif, perdata, maupun pidana sesuai ketentuan hukum. Pelaku wajib menghentikan kegiatan, memulihkan lingkungan, dan bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan,” tegas Dwi.
Untuk wilayah APL, kata Dwi, pemerintah akan memperkuat koordinasi lintas instansi agar penanganan dilakukan secara menyeluruh, mulai dari penertiban, penegakan perizinan, hingga pemulihan lahan pascatambang.
Dari sisi penegakan hukum, Kasatgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, mengungkapkan bahwa lembaganya telah menelusuri aktivitas tambang emas ilegal di Sekotong yang diduga dikelola tenaga kerja asing asal China. Berdasarkan data KPK, kegiatan tersebut diperkirakan menghasilkan omzet hingga Rp1,08 triliun per tahun.
“Kami memperoleh informasi adanya tambang emas ilegal sekitar satu jam perjalanan dari Mandalika. Setelah dilakukan pengecekan bersama PPNS KLHK, ditemukan indikasi kuat adanya jaringan tambang tanpa izin di wilayah tersebut,” ungkap Dian.
KPK juga menyebut ada tambang ilegal lain yang lebih besar di wilayah Lantung, Sumbawa, yang kemungkinan melibatkan kelompok pelaku yang sama. “Di sana, narasi yang muncul kemudian diarahkan untuk melegalkan wilayah itu sebagai pertambangan rakyat,” tambahnya.
Pemerintah kini diminta segera mengambil langkah tegas agar praktik penambangan ilegal tidak terus merusak lingkungan dan merugikan negara, sekaligus memastikan aktivitas ekonomi masyarakat tetap berjalan melalui skema pertambangan rakyat yang legal dan ramah lingkungan.
Sumber: Republika.co.id
















