TRABASNEWS – Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengumumkan rencana pemerintah untuk mengambil alih lahan bersertifikat yang tidak digunakan selama dua tahun berturut-turut. Kebijakan ini ditujukan untuk tanah yang sudah memiliki sertifikat namun tidak dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi atau pembangunan apapun.
Menurut Nusron, pemerintah akan menjalankan proses pemberian surat peringatan secara bertahap bagi pemilik tanah yang tidak mengoptimalkan lahan mereka. Jika dalam kurun waktu sekitar empat tahun—yang meliputi dua tahun tanpa aktivitas serta tambahan 587 hari proses peringatan—tanah tersebut tetap tidak digunakan, maka lahan itu dapat ditetapkan sebagai tanah telantar dan menjadi bagian dari program reforma agraria.
“Setelah tanah bersertifikat tidak dimanfaatkan dalam waktu dua tahun, pemerintah akan mengirimkan surat peringatan pertama. Jika tidak ada perubahan setelah tiga bulan, surat peringatan kedua dikirim. Proses ini berlanjut dengan surat peringatan ketiga dan kesempatan untuk perundingan selama enam bulan. Jika masih tidak ada aktivitas, tanah akan dinyatakan telantar,” jelas Nusron dalam acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII di Jakarta Selatan, Minggu (13/7).
Program reforma agraria sendiri bertujuan mendistribusikan kembali tanah kepada masyarakat yang belum memiliki atau kekurangan lahan. Saat ini, dari total 55,9 juta hektare lahan bersertifikat di Indonesia, sekitar 1,4 juta hektare sudah berstatus tanah terlantar dan masuk dalam program tersebut.
Kebijakan ini berlaku untuk semua jenis hak atas tanah, termasuk Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan hak pakai tanpa terkecuali.
Nusron menegaskan, “Apabila seseorang memiliki HGU atau HGB yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun, pemerintah berwenang menetapkan lahan tersebut sebagai tanah telantar.”