TRABASNEWS – Nama Edy Meiyanto, seorang guru besar dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), kini tercoreng setelah terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi. Karier akademik dan jabatan prestisius yang pernah ia emban resmi berakhir usai pihak kampus menjatuhkan sanksi pemecatan.
Pemecatan ini diputuskan setelah UGM melakukan penyelidikan menyeluruh atas laporan yang masuk pada Juli 2024 lalu. Berdasarkan hasil investigasi internal dan rekomendasi dari Fakultas Farmasi, Rektor UGM akhirnya menerbitkan surat keputusan pemberhentian pada awal 2025. Saat ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga tengah memproses pencopotan statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebelum tersandung kasus asusila, Edy Meiyanto dikenal luas di dunia akademik. Ia menempuh pendidikan sarjana dan magister di bidang Farmasi di UGM, kemudian meraih gelar doktor di bidang Onkologi Molekuler dari Nara Institute of Science and Technology (NAIST), Jepang, pada 2001. Disertasinya berfokus pada pengembangan metode pelabelan mikroarray untuk studi ekspresi gen pada osteoklastogenesis.
Dalam bidang riset, Edy aktif meneliti pengembangan obat antikanker, kemoprevensi, serta pemanfaatan bahan herbal untuk pengobatan. Ia juga tercatat sebagai pemegang paten metode deteksi DNA dengan sensitivitas tinggi yang diperolehnya saat bekerja sama dengan NAIST Jepang pada 2004.
Di lingkungan UGM, Edy pernah menduduki sejumlah jabatan strategis seperti Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana Bioteknologi, Wakil Dekan Fakultas Farmasi, serta pengelola program Magister Farmasi Klinik. Ia juga tergabung dalam berbagai organisasi profesi seperti Ikatan Apoteker Indonesia dan Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekuler Indonesia (PBBMI).
Meski jejak akademiknya mengesankan, pelanggaran etik berat yang dilakukannya membuat UGM mengambil langkah tegas.
“UGM berkomitmen memberikan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Kami tidak menoleransi segala bentuk pelecehan,” tegas Andi Sandi, Sekretaris UGM.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas dan keamanan dalam dunia pendidikan, serta perlunya perlindungan maksimal terhadap mahasiswa dari segala bentuk kekerasan seksual.
Sumber: Metrotvnews