TRABASNEWS– Persidangan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara kembali menghadirkan sejumlah saksi penting. Salah satunya adalah mantan Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Efendy Pohan, yang hadir untuk memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (1/10/2025).
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Efendy mengakui pernah menerima uang senilai Rp 5 juta dari Rasuli Efendi Siregar, yang saat itu menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di UPT Gunung Tua, Dinas PUPR Sumut. Rasuli kini menjadi salah satu tersangka dalam kasus korupsi proyek jalan yang juga menyeret nama Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Ginting.
Kesaksian Efendy mengungkap bahwa proyek pembangunan jalan Sipiongot–batas Labuhanbatu senilai Rp 91 miliar ternyata tidak terdaftar dalam APBD murni Sumatera Utara. Ia menyatakan bahwa pergeseran anggaran dilakukan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) dan disetujui dalam rapat TAPD yang dipimpinnya.
“Memang dalam APBD tidak ada anggaran untuk proyek tersebut, tetapi ada pergeseran anggaran sejak Januari berdasarkan Inpres. Proyek ini termasuk bagian dari visi dan misi Gubernur,” ujarnya.
Namun, saat ditanya lebih lanjut oleh jaksa, Efendy mengakui bahwa pergeseran anggaran itu tidak disertai dokumen perencanaan yang lengkap.
Alasan “Uang Jumat Berkah”
Saat diperiksa mengenai dugaan penerimaan uang, awalnya Efendy mengaku tidak pernah menerima apapun dari Rasuli. Namun, jaksa menunjukkan bukti transfer bank sebesar Rp 5 juta yang dikirim Rasuli melalui Bank Sumut pada 24 April 2025.
Melihat bukti tersebut, Efendy tak bisa mengelak. Ia akhirnya membenarkan bahwa uang itu pernah diterimanya, namun berdalih bahwa dana tersebut merupakan bagian dari program sedekah “Jumat Berkah”.
“Uang itu bukan untuk saya pribadi, itu sedekah Jumat yang biasa kami kumpulkan untuk membantu panti asuhan,” ujarnya sambil tertunduk.
Namun, jaksa menanggapi bahwa transfer dilakukan pada hari Kamis, bukan Jumat.
Tak Kenal Terdakwa Proyek
Efendy juga menegaskan bahwa dirinya tidak mengenal dua terdakwa utama dalam perkara ini, yakni Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.
“Saya hanya tahu nama mereka dari pemberitaan. Setelah anggaran disahkan, saya tidak ikut campur dalam pelaksanaannya,” tambah Efendy.
Kasus Semakin Berkembang
Kasus ini terus menjadi perhatian publik karena melibatkan sejumlah nama besar di lingkungan Pemprov Sumut. Selain Efendy, Kepala Dinas PUPR Topan Ginting juga disebut-sebut turut terlibat dalam persetujuan anggaran bermasalah ini.
Sidang lanjutan dijadwalkan menghadirkan lebih banyak saksi dan kemungkinan memanggil pihak eksekutif terkait.
Sumber : Tribun Medan