TRABASNEWS – Pemerintah secara resmi memberlakukan aturan pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite. Mulai 14 September 2025, hanya kendaraan dengan kriteria tertentu yang diperbolehkan membeli Pertalite di seluruh SPBU Pertamina.
Kebijakan ini merupakan bagian dari revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur penyediaan dan distribusi BBM, guna memastikan subsidi energi tepat sasaran.
Mobil dan Motor Berkapasitas Mesin Besar Tak Lagi Boleh Gunakan Pertalite
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menegaskan bahwa kendaraan dengan mesin besar tidak akan lagi mendapat akses terhadap Pertalite.
“Mulai sekarang, mobil dengan kapasitas mesin di atas 1.400 cc dan motor di atas 250 cc tidak diperbolehkan mengisi Pertalite,” ujar Arifin dalam konferensi pers di Jakarta.
Langkah ini diambil karena selama ini Pertalite yang seharusnya ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah justru banyak digunakan oleh pemilik kendaraan mahal, sehingga membuat beban subsidi negara meningkat tajam.
Kendaraan yang Masih Diizinkan Isi Pertalite
Berikut adalah kriteria kendaraan yang masih diperbolehkan membeli Pertalite:
Mobil pribadi dengan mesin 1.400 cc ke bawah
Sepeda motor dengan kapasitas mesin di bawah 250 cc
Kendaraan umum/angkutan kota dengan kategori khusus (akan diatur lebih lanjut)
Untuk mobil niaga seperti Suzuki Carry, Daihatsu Gran Max, dan Colt T120SS yang umumnya digunakan sebagai angkutan barang, pemerintah dikabarkan masih membahas kemungkinan pengecualian khusus, meski secara teknis kapasitas mesinnya berada di atas 1.400 cc.
Latar Belakang Kebijakan
Pertalite diluncurkan pada tahun 2015 sebagai alternatif Premium dengan angka oktan 90, dan dirancang untuk menjadi BBM transisi bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
Namun, data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa konsumsi Pertalite pada tahun 2024 telah melebihi 30 juta kiloliter, jauh di atas kuota yang disediakan. Banyak kendaraan bermesin besar menggunakan BBM ini, menyebabkan subsidi menjadi tidak tepat sasaran.
Tujuan Utama: Subsidi untuk yang Berhak
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini bukan semata-mata pembatasan, melainkan bentuk upaya efisiensi subsidi agar benar-benar dirasakan oleh kalangan yang membutuhkan.
“Subsidi berasal dari uang rakyat, jadi harus dipastikan penggunaannya adil dan sesuai sasaran,” lanjut Arifin.
Sumber: Tribun Medan