TRABASNEWS – Pengadilan Negeri Garut menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada dr. Muhammad Syafril Firdaus, seorang dokter kandungan yang terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap lima pasien wanita. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang yang digelar Kamis sore, dan menjadi perhatian publik karena menyangkut profesi tenaga medis.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sandi Muhamad, bersama tiga hakim anggota lainnya, terdakwa dinyatakan bersalah atas penyalahgunaan wewenang sebagai tenaga medis dan tindakan cabul terhadap pasien, termasuk pasien perempuan yang tengah hamil.
Vonis dan Hukuman Tambahan
Selain pidana penjara selama lima tahun, Syafril juga dikenai denda sebesar Rp50 juta. Jika denda tidak dibayarkan, akan diganti dengan hukuman kurungan selama tiga bulan.
Tak hanya itu, hakim memutuskan bahwa Syafril wajib membayar restitusi kepada para korban senilai total Rp106.335.796. Angka ini berdasarkan penilaian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sebagaimana tertuang dalam dua surat resmi yang dijadikan dasar putusan.
Barang Bukti dan Biaya Perkara
Dalam sidang tersebut, majelis hakim juga menetapkan sejumlah barang bukti berupa satu potong baju lengan pendek warna biru, satu celana jeans biru, serta sebuah flashdisk. Terdakwa turut dibebankan biaya perkara sebesar Rp5.000.
Yudhi Satriyo Nugroho, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Garut, menyampaikan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. “Kami masih pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau tidak,” ujarnya usai sidang.
Dasar Hukum
Perbuatan Syafril dijerat dengan Pasal 6 huruf c jo. Pasal 15 Ayat (1) huruf b, e, dan i dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Kasus ini menyita perhatian luas masyarakat, terutama karena menyangkut pelanggaran etika dan hukum oleh seorang dokter. Syafril diketahui melakukan tindakan tidak senonoh terhadap lebih dari satu pasien secara berulang. Ia diduga meraba bagian tubuh sensitif pasien saat pemeriksaan medis, yang sejatinya tidak relevan secara medis.
Sumber: Tribunnews